Hari Senin 28 Juni 1926, sekitar pukul 10 WIB, Wilayah Sumateracm Barat diguncang gempa tektonik yang sangat kuat. Gempa yang terkenal di kalangan masyarakat Minang ini, lebih dikenal dengan sebutan gempa Padang Panjang, walaupun sebenarnya pusat gempabumi berada di sekitaran Danau Singkarak. Begitu dahysatnya gempa tersebut, orang-orang tua “saisuak” yang lahir pada masa itu lebih suka menyebut tahun lahirnya dengan sebutan “Den lahir waktu gampo Padang Panjang”. Gempabumi yang terjadi 94 tahun silam ini terjadi pada pukul 10:25:25 WIB dengan magnitudo 6.5 SR. Tiga jam setelah gempa pertama, terjadi lagi gempabumi signifikan dengan magnitude 6.7 SR. Setelah itu rangkaian gempa susulan terjadi beriringan selama sekitar satu minggu.
Dampak dari gempa Padang Panjang ini menyebabkan lebih dari 350 orang meninggal dunia, ribuan rumah roboh dan rusak berat, longsor di beberapa tempat sehingga menyebabkan rel kereta api melengkung, serta terjadi rekahan tanah di daerah Padang Panjang, Kubu Kerambil dan Simabur. Selain di Padang Panjang, kerusakan bangunan juga terjadi di daerah lain seperti Bukittinggi, Alahan Panjang, Sijunjung hingga Muaro Bungo. Kekuatan goncangan yang dirasakan dipermukaan tanah diperkirakan mencapai 9 skala MMI. Jika ingin membayangkan berapa kekuatan goncangan 9 skala MMI, kita bisa membandingkannya dengan gempa Padang pada tahun 2009 yang mencapai 7-8 skala MMI. Karena banyaknya korban yang disebabkan oleh gempa ini, secara spontan bantuan berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia (dahulu masih wilayah hindia belanda) dan juga dari negeri Belanda.
Dibalik dahsyatnya gempa Padang Panjang ini, tidak banyak yang tahu jika gempabumi ini juga menyebabkan tsunami di Danau Singkarak. Gelombang Tsunami ini dibangkitkan oleh penurunan permukaan tanah di bagian selatan Danau Singkarak. Di beberapa tempat, penurunan permukaan tanah bisa mencapai 10 meter. Penurunan secara tiba-tiba ini menyebabkan gelombang tsunami yang menjalar dari bagian selatan danau menuju bagian utara danau yang ditempuh dalam waktu 10 menit (Soetadi, 1962). Jika diperkirakan jarak yang ditempuh tsunami dari bagian selatan danau menuju bagian utara danau adalah 20.57 km, maka kecepatan tsunami yang menjalar di danau singkarak kala itu diperkirakan mencapai 122 km/jam. Harian Soeara Kota Gedang 7 juli 1926 menceritakan air danau tumpah membanjiri wilayah sekitar danau dan menimbulkan korban jiwa. Tidak diketahui berapa ketinggian maksimum dan luasan wilayah terdampak yang disebabkan oleh gelombang tsunami ini, karena ketika itu ilmu kegempaan dan tsunami belum sehebat sekarang.
Tsunami yang terjadi di Danau Singkarak ini membuka wawasan kita, bahwa ancaman tsunami tidak saja berasal dari perairan luas seperti lautan, namun bisa juga berasal dari perairan sempit seperti Danau Singkarak. Faktanya, dalam 100 tahun terakhir, setidaknya telah terdokumentasikan 2 kali tsunami di Danau Singkarak. Yang pertama kali tercatat yaitu pada gempabumi “Padang Panjang” 28 Juni 1926, dan yang kedua terjadi pada gempabumi 6 Maret 2007 (ada dugaan akibat seiche). Ma’rufin Sudibyo dalam salah satu catatannya (Tsunami Danau Singkarak, 2007) menjelaskan tsunami kecil di Danau Singkarak pada 2007 itu memang tidak membunuh, namun menghempas hingga 15 meter ke pesisir danau sampai tiga kali dan merusakkan bangunan-bangunan warung yang terkena. Memang ada dugaan meluapnya air tersebut lebih disebabkan oleh fenomena seiche daripada akibat gelombang tsunami, namun tetap saja tidak mengurangi fakta bahwa ada luapan air dalam jumlah besar yang berpotensi menyebabkan bencana bagi masyarakat sekitar danau ketika terjadi gempabumi besar. Lalu pertanyaannya, akankah fenomena tsunami ini terulang di masa depan? Memang tidak ada yang bisa menjamin tsunami bisa terulang di masa depan, namun jangan lupa bahwa gempa besar akan mengalami perulangan atau periode ulang, sehingga daerah yang pernah mengalami gempa besar pada masa lalu akan dapat terjadi kembali gempa kuat di masa yang akan datang di tempat yang sama.
Dibalik keindahan alamnya yang menakjubkan, Danau Singkarak memiliki keunikan yang selalu menarik untuk dikaji. Baik dari segi pembentukannya yang akibat pergeseran patahan geser (strike slip) maupun potensi kebencanaan dan potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Sudah menjadi tugas kita, sebagai makhluk yang diberikan akal dan fikiran, untuk terus mengkaji berbagai potensi tersebut. Memetakan potensinya, mempersiapkan mitigasinya, mengedukasi masyarakatnya, serta memanfatkan sumberdayanya dengan bijak demi kemaslahatan bersama.
Padang Panjang, 28 Juni 2020
Tri Ubaya
Sumber foto : wikipedia (diakses Juni 2020 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar